Kamis, 22 Januari 2015

Tahun pertama : Kehidupan Baru

Setahun, tinggal meninggalkan banyak cerita, baik suka maupun duka. Awal ku tinggal di kos, semua terasa damai, tentram dan bahagia. Pertama kali ku menginjakkan kaki di kos ini dan membawa barang yang sangat banyak, rasanya agak canggung dan malu untuk menyapa. ketika ku membersihkan kamar dan mengatur barang-barang, muncul seorang pria yang berbadan besar, dengan rambut gondrong, tapi dengan wajah yang sedikit cantik, dengan nada yang lembut namanya kak akbar datang menyapaku, “dari mana asal ta’ ade??”, dia bertanya. Lalu jawabku “dari luwu timur kak”. Kita ya kak,? Balasku. Sama ji ki dek, satu kampung ji ki.
Lama kelamaan kami mulai akrab dan begitu pula dengan teman kamar yang lain termasuk dengan penjaga kos. Berbulan bulan lamanya aku hidup di kos semua berjalan dengan normal, tapi ada kalanya semua berubah jadi berbeda dari biasanya. Seperti westafel yang jarang dicuci oleh penghuni kos, sampah yang menumpuk, membuat penjaga kos menjadi kesal dan marah besar.
Tapi ada momen terbesar ketika seniorku seorang cewek bertengkar bukan dalam artian berkelahi, melainkan adu mulut dengan penjaga kos, yang selalu dituduh membuang –buang air dan membuat seniorku merasa jengkel dan resah. “ kenapa ko selalu menyalakan air kalau lagi pergi”, Tanya penjaga kos dengan nada yang keras, “ bukan saya yang kasih jalan air” balasnya. Adu mulut terus terjadi hingga tak ada akhir. Lama kelamaan semuanya berubah, sikap penjaga kos yang dulu baik dan ramah, kini jadi pendiam dan pemarah.
Hal itu berlaku beberapa bulan saja. Masuk bulan juni, momen bulan puasa dan bergulirnya piala dunia, aku dan penghuni lainnya menyambutnya dengan antusias. Semua orang memprediksi siapa yang akan jadi juara piala dunia tahun ini. “oi, siapa menurutmu juara nanti ??” tanyaku ke kak akbar. “jerman pastinya juara nanti,” jawabnya. Semua penghuni tidak mau kalah menebak nebak siapa yang bakalan nanti juara.
Masuk pertengahan bulan juni, pertandingan makin seru. Setiap malamnya penghuni hanya bisa menyaksikan piala dunia dengan suara yang sedikit hening, kenapa ?? karena penghuni yang lain tidak mau ada yang namanya keributan, suara yang menggema layaknya stadion. Ketika pertandingan berjalan seru dan ada tim yang memasukan bola, kami tidak bisa menahan rasa gembira, jadi kami teriak dengan keras sambil buka baju, dan berlari “GOOOOOLLLLLLLL”. Hati gembira senang riang menandakan bahagianya kami. Tiba- tiba penjaga kos memukul pintunya dengan keras. “woiiii kau bisa diam kah” ?? kami pun diam kembali, dan kembali tenang dan tetap menyaksikan hingga pertandingan berakhir.
Beberapa hari kemudian, sesuatu yang tidak diinginkan harus terjadi.  Karena setiap malam kami para lelaki menonton pertandingan bola, televisi yang dahulunya berwarna, bersuara dan bergambar kini berubah menjadi seperti radio. Penjaga kos pun marah mengeluarkan ribuan kata dan menyalahkan kami karena setiap harinya televise  menyala setiap tengah malam semua lelaki dituduh dan kami pun tak mau berkomentar banyak. Suasana makin tidak akrab.

Makin lama ku juga merasa risih dengan penjaga kos, bukannya benci, setiap melihat hal yang kurang rapi, ia selalu marah tapi tak tahu mengarah ke siapa. Ku membuka mata dipagi hari dan membuka pintu tiba –tiba ia datang dengan tampang kusut. Pagi seakan berubah jadi gelap, entah ke mana ia bicara dan mengucapkan kata-kata satir. Baru kali ini ku melihat seorang bapak yang mempunyai sifat cerewet seperti ibu-ibu. Tapi ku memilih diam dan lenyap. Ku berharap bisa menghilang dalam waktu yang entah berapa lama. 

1 komentar: