Setahun, tinggal
meninggalkan banyak cerita, baik suka maupun duka. Awal ku tinggal di kos,
semua terasa damai, tentram dan bahagia. Pertama kali ku menginjakkan kaki di
kos ini dan membawa barang yang sangat banyak, rasanya agak canggung dan malu
untuk menyapa. ketika ku membersihkan kamar dan mengatur barang-barang, muncul
seorang pria yang berbadan besar, dengan rambut gondrong, tapi dengan wajah
yang sedikit cantik, dengan nada yang lembut namanya kak akbar datang
menyapaku, “dari mana asal ta’ ade??”, dia bertanya. Lalu jawabku “dari luwu
timur kak”. Kita ya kak,? Balasku. Sama ji ki dek, satu kampung ji ki.
Lama kelamaan
kami mulai akrab dan begitu pula dengan teman kamar yang lain termasuk dengan
penjaga kos. Berbulan bulan lamanya aku hidup di kos semua berjalan dengan
normal, tapi ada kalanya semua berubah jadi berbeda dari biasanya. Seperti
westafel yang jarang dicuci oleh penghuni kos, sampah yang menumpuk, membuat penjaga
kos menjadi kesal dan marah besar.
Tapi ada momen
terbesar ketika seniorku seorang cewek bertengkar bukan dalam artian berkelahi,
melainkan adu mulut dengan penjaga kos, yang selalu dituduh membuang –buang air
dan membuat seniorku merasa jengkel dan resah. “ kenapa ko selalu menyalakan
air kalau lagi pergi”, Tanya penjaga kos dengan nada yang keras, “ bukan saya
yang kasih jalan air” balasnya. Adu mulut terus terjadi hingga tak ada akhir. Lama
kelamaan semuanya berubah, sikap penjaga kos yang dulu baik dan ramah, kini
jadi pendiam dan pemarah.
Hal itu berlaku
beberapa bulan saja. Masuk bulan juni, momen bulan puasa dan bergulirnya piala
dunia, aku dan penghuni lainnya menyambutnya dengan antusias. Semua orang
memprediksi siapa yang akan jadi juara piala dunia tahun ini. “oi, siapa
menurutmu juara nanti ??” tanyaku ke kak akbar. “jerman pastinya juara nanti,”
jawabnya. Semua penghuni tidak mau kalah menebak nebak siapa yang bakalan nanti
juara.
Masuk
pertengahan bulan juni, pertandingan makin seru. Setiap malamnya penghuni hanya
bisa menyaksikan piala dunia dengan suara yang sedikit hening, kenapa ?? karena
penghuni yang lain tidak mau ada yang namanya keributan, suara yang menggema
layaknya stadion. Ketika pertandingan berjalan seru dan ada tim yang memasukan
bola, kami tidak bisa menahan rasa gembira, jadi kami teriak dengan keras
sambil buka baju, dan berlari “GOOOOOLLLLLLLL”. Hati gembira senang riang
menandakan bahagianya kami. Tiba- tiba penjaga kos memukul pintunya dengan
keras. “woiiii kau bisa diam kah” ?? kami pun diam kembali, dan kembali tenang
dan tetap menyaksikan hingga pertandingan berakhir.
Beberapa hari
kemudian, sesuatu yang tidak diinginkan harus terjadi. Karena setiap malam kami para lelaki menonton
pertandingan bola, televisi yang dahulunya berwarna, bersuara dan bergambar
kini berubah menjadi seperti radio. Penjaga kos pun marah mengeluarkan ribuan
kata dan menyalahkan kami karena setiap harinya televise menyala setiap tengah malam semua lelaki
dituduh dan kami pun tak mau berkomentar banyak. Suasana makin tidak akrab.
Makin lama ku
juga merasa risih dengan penjaga kos, bukannya benci, setiap melihat hal yang
kurang rapi, ia selalu marah tapi tak tahu mengarah ke siapa. Ku membuka mata
dipagi hari dan membuka pintu tiba –tiba ia datang dengan tampang kusut. Pagi
seakan berubah jadi gelap, entah ke mana ia bicara dan mengucapkan kata-kata
satir. Baru kali ini ku melihat seorang bapak yang mempunyai sifat cerewet
seperti ibu-ibu. Tapi ku memilih diam dan lenyap. Ku berharap bisa menghilang
dalam waktu yang entah berapa lama.
Fascinating!!!
BalasHapus