Menunggu Berakhir Pilu
Pertama ku melihat
wajahnya hanya lewat sebuah foto, aku merasa kagum akan kecantikan dan
kesederhanaanya. Rendah hati, baik,cantik,sederhana, dan lembut, itulah yang
khayalan membekas dalam kepalaku tentang dirinya. Wajahku terus tersenyum dan
tak bisa mengungkapkan kata-kata lagi dan ku tak tahu apa namanya. Umur,
bukanlah sebuah halangan untuk mendapatkan sesuatu, ‘khususnya’ yang satu ini. Aku
tidak ingin menyebutkan namanya, karena menyebutkan namanya saja membuatku
malu.
Kuingin sekali
menelponnya, tapi tak tahu berapa nomor teleponnya. Lewat temannya lah aku
mencoba memintanya dan Alhamdulillah aku di berikan nomor teleponnya. Hatiku
girang tak menentu. Pertama kuingin sekali menelponnya, tapi aku malu untuk
menghubunginya karena tak ada cara lain berkomunikasi selain pesan singkat (SMS).
Seperti yang kupikirkan, itulah yang muncul ketika pertama kali ketika
berkomunikasi dengannya.
Hari demi hari seperti
serasa dekat dengannya walaupun umur, pendidikan, dan jarak yang memisahkan kita. Beberapa bulan lamanya
Alhamdulillah semakin dekat bagaikan ‘sahabat’. Suatu hari aku mencoba
menanyakan ‘dia’ dengan temannya mengenai bagaimana tanggapannya terhadapku,
temannya mengatakan hal-hal yang baik dan aku tidak girang gembira akan hal itu
dan saat itulah temannya memberikan saran untuk mecoba mengungkapkan perasaan aku
terhadapnya. Saat itu aku mencoba menungkapkan perasaanku, bukan bertemu
langsung melainkan lewat telepon. Kupikir itu satu tindakan yang tepat tetapi
itu tindakan yang bodoh, dan akhirnya ‘dia’ belum bisa menerimanya, bukan
karena dia punya pasangan melainkan dia belum siap menerima karena dia lebih
senang bersahabat denganku dan ingin focus belajar untuk menuju ke jenjang yang
lebih tinggi. Dengan berat hati ku merasa malu dan sakit hati akan
penolakannya, tapi itu bukanlah akhir dari sebuah kisah ceritaku.
Beberapa minggu
kemudian kembali berkomunikasi walau lewat SMS. Walaupun kami sering
berkomunikasi lewat SMS kadang pula lewat telepon, hal itulah yang membuatku
senang. Dia suka menceritakan tentang kejadian di sekolah, entah baik maupun
buruk, kadang pula dia menceritakan hal yang lucu dan memalukan tapi itu semua
untuk membuatnya senang begitu pula sebaliknya.
Komunikasi itu terus
berlanjut dalam waktu yang cukup lama, hingga suatu hari entah kebetulan atau
tidak, kami bertemu kembali. Ketika itu aku telah menyelesaikan kuliah
perdanaku, aku hendak ingin pulang kembali ke kampong halaman. Ketika hendak
ingin pulang hanya satu rencana ‘utama’ ku kembali, selain bertemu dengan teman
lama, tentu saja aku bertemu dengannya. Ketika kembali ke kampong halaman,
pertama rencana ku bertemu seluruh keluarga lalu keesokan harinya dilanjutkan
dengan pergi ke SMA bertemu dengan teman lama, guru dan tentunya ‘dia’. Tanpa sadar temannya memanggilku dan secara
tidak sengaja akhirnya aku bertemu dengannya secara langsung. Kata-kata yang
terlintas dipikiranku kemudian menghilang begitu saja, bertemu dengannya adalah
suatu anugerah terbesar. Ketika bertemu langsung, kami pun seperti orang bodoh
tidak tahu mau berbicara apa, tapi saling melemparkan senyum. Alhamdulillah,
Allah mempertemukan kita, walaupun kita bukanlah seorang pasangan, untuk waktu
yang tidak lama, karena ‘dia’ harus melanjutkan pelajaran kembali. Beberapa jam
saja aku bertemu dengannya adalah hal yang indah. Singkat tapi bermakna, adalah
hal bisa kukatakan sekarang ini.
Bulan Februari, adalah
bulan yang akan terus aku ingat sementara ini, singkat tapi penuh makna. Bulan
berikutnya, komunikasi kami berdua terus berjalan layaknya air yang mnengalir
di sungai dengan begitu tenangnya, itulah hal yang dapat kugambarkan bagaimana
‘persahabatan’ kami berdua. April, adalah bulan yang tak punya arti bagiku,
tapi bagi dia adalah bulan yang paling menegangkan dan mengerikan layaknya film
horror, bulan itu adalah bulan yang paling menyenangkan dan menyedihkan, karena
bulan April adalah bulan untuk menhadapi Ujian Nasional (UN). Momen itu adalah
kala kita harus berkumpul bersama dengan sahabat-sahabat terdekat untuk waktu
yang cukup singkat, momen kebersamaan dengan teman yang dijalin lamanya harus
berakhir, karena semua akan menjalani masa depan yang berbeda nantinya. Kembali
lagi kami tetap komunikasi, aku tidak ingin menganggu konsentrasinya yang
semakin hari semakin dekat menjelang UN. Hari itu aku tetap berkomunikasi tapi
cuma memberi pesan kepadanya bahwa UN itu harus dihadapi dengan sabar, ikhlas,
tawakkal dan ridho, aku cuma bisa mendoakan mudah-mudahan semuanya bisa
mengerjakan soal dengan lancar tanpa beban sedikit pun dan semua berakhir
dengan bahagia, yakni lulus 100%. Mungkin itu yang bisa aku ungkapkan kepadanya
untuk sementara, selama beberapa minggu aku tidak ingin menganggunya dulu dan
tetap focus di dalam perkuliahanku.
Entah kebetulan atau
tidak selama kuliah, niatku untuk kuliah semakin turun, entah mata kuliahnya
yang kurang mengenakkan atau aku yang terlalu malas, semuanya berubah. Setelah
melaksanakan UN, hatinya kembali senang dan ceria tanpa beban sedikit pun
layaknya orang yang baru jatuh cinta. Ketika kembali menelponnya, dia terasa
senang sekali, syukur Alhamdulillah, dia menceritakan semua kejadian selama UN
berlangsung selama 4 hari. Kembali lagi layaknya air yang mengalir tenang.
Selama komunikasi dia menceritakan keresahannya yang bingung untuk menlanjutkan
ke Perguruan Tinggi, ada beberapa pilihan yang diambil, yakni Pendididikan Guru
Sekolah Dasar (PGSD), Sosiologi dan Ilmu Komunikasi. Sebagai Mahasiswa, aku
Cuma memberikan nasihat dan mendukung apapun pilihan yang terbaik diambilnya.
Jika ingin jujur, aku senang sekali ‘berteman’ dan ‘bersahabat’ dengannya,
walaupun lewat komunikasi, dan jarak yang memisahkan kita berdua.
Dalam 3 minggu kedepan
menjelang hari ulang tahunnya bulan Mei nanti, aku berencana bersama temannya
untuk tidak ingin menghubunginya dalam bentuk apapun, walaupun berat bagi aku,
Insya Allah aku mencoba melakukannya, kenapa aku lakukan hal itu ?, aku ingin
hal ini untuk menguji seberapa apa dan bagaimana rasanya jika aku tidak
berkomunikasi dengannya, apakah dia punya rasa yang lebih atau rasa sebatas
sahabat saja dengan aku.
Aku menjalaninya 3
minggu dan balik ke dalam perkuliahan. Hingga harinya pun tiba, aku tidak bisa
meberikan sesuatu yang special tidak seperti teman-temannya yang memberikan
kartu ucapan yang dihiasi dengan indah, hanya sebuah harapan dan doa yang bisa
kuselipkan, mudah-mudahan bisa menjadi anak yang baik bagi kedua orang tuanya,
sahabat dan orang-orang yang sayang terhadapnya. Happy Birthday. Itulah yang
bisa kuucapkan dengan singkat dan sederhana terhadapnya, respon dengan senang
adalah hal cukup bagiku. Aku bukanlah yang pertama yang bisa memberikan kata
selamat ulang tahun baginya, tapi aku akan berusaha menjadi orang yang terakhir
baginya. Aku
bukanlah orang yang special dimatamu, dimataku kau tetap menjadi orang yang
special.
Hari
ulang tahun yang dinginkannya senang mungkin seolah rasanya menjadi rusak
karenaku. Malam itu aku mencoba untuk melakukan sekali lagi tapi aku melakukan
dengan cara yang sedikit berbeda. Malam itu aku mencoba mengungkapkannya
kembali bagaimana perasaanku selama ini, dia menanggapinya dengan baik, dan
hari itu pun aku mencoba menjalin hubungan jarak jauh dengannya, tapi apa??
Semua berakhir pilu bagiku lagi dan lagi. Hari itu aku tak paham, mengapa
skenario yang kubuat begitu lamanya tetap pula berakhir sama? Malam itu dia menceritakan sedikit rahasia kepadaku,
dia menceritakan bahwa selama kami berkomunikasi selama berbulan, dia sedang
berhubungan dengan laki-laki lain. Walaupun tak begitu lama, terlintas
dipikiranku untuk apa kau menceritakan kau semua ini kepadaku, membuat semuanya
semakin pilu. Dia meminta maaf kepadaku jika tak menceritakan sebelumnya,
seperti halnya film ada yang berakhir bahagia adapula yang berakhir sedih.
Akhirnya aku memaafkannya. Dan untuk saat ini aku mencoba untuk tidak
berkomunikasi dengannya. Allah mungkin
belum mentakdirkan kami berdua untuk menjadi pasangan. Ini hanyalah sebuah
awal. Memaafkan belum tentu melupakan, mungkin benar apa yang disampaikan oleh
seorang sastrawan bernama Khairil Anwar, ‘Jika cinta
tidak dapat mengembalikan engkau kepadaku dalam kehidupan ini, pastilah cinta
akan menyatukan kita dalam kehidupan yang akan datang’.